Pages

Sabtu, 28 Juni 2014

TUGAS PEREKONOMIAN INDONESIA TENTANG SWASEMBADA PANGAN


TUGAS PEREKONOMIAN INDONESIA
TENTANG
SWASEMBADA PANGAN
NAMA: DEVI EUPHORIA FRISKY
KELAS: 1EB29
NPM: 22213255
DOSEN: IRWANDARU DANANJAYA
FAKULTAS EKONOMI JURUSAN AKUNTANSI
UNIVERSITAS GUNADARMA KARAWACI
TAHUN AJARAN 2013/21014


           PENGERTIAN
  
Saat ini sektor pertanian adalah salah satu sektor yang mempengaruhi pembangunan nasional. Pembangunan sektor pertanian menjadi sesuatu yang penting dan strategis. Pembangunan pertanian telah memberikan sumbangan besar dalam pembangunan nasional. Belajar dari pengalaman masa lalu dan kondisi yang dihadapi saat ini, sudah selayaknya sektor pertanian menjadi sektor unggulan dalam menyusun strategi pembangunan nasional.
Swasembada dapat diartikan sebagai kemampuan untuk memenuhi segala kebutuhan. Pengan adalah bahan-bahan makanan yang didalamnya terdapat hasil pertanian,perkebunan dan lain-lain. Jadi swasembada pangan adalah kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan bahan makanan sendiri tanpa perlu mendatangkan dari pihak luar.
 
MAMPUKAH INDONESIA MENCAPAI SWASEMBADA PANGAN?
     Tiap 16 Oktober selalu dirayakan sebagai Hari Pangan Sedunia dimana tahun 2013 kemarin menginjak perayaan yang ke-33. Tiap-tiap perayaan Hari Pangan Sedunia ini, satu topik utama yang senantiasa dibawa yaitu masalah ketahanan pangan yang diartikan sebagai Swasembada Pangan. Di tahun 2013 kemarin, Hari Pangan Sedunia membawa tema global yaitu Sistem Pangan Berkesinambungan Bagi Kekuatan Pangan dan Gizi alias "Sustainable Food Systems for Food Security and Nutrition". Sementara di Indonesia, pemerintah membawa tema "Optimalisasi Sumber Daya Lokal Untuk Kemandirian Pangan". Sebenarnya pemerintah semenjak tahun 2004 lalu sudah menyatakan swasembada pangan ini yang diharapkan dapat terwujud di tahun 2014 ini antara lain lewat upaya mengajak para gubernur di seluruh Indonesia. Mampukah Indonesia kita swasembada pangan? Setidaknya swasembada beras serupa dengan tahun 1987 lalu. Beberapa pihak pesimis pada komitmen pemerintah dalam berswasembada pangan ini. Pastinya bukan tanpa sebab mereka menjadi pesimis. Kita dapat lihat keadaan area pertanian di dalam negeri. Dalam kurun waktu 9 tahun saja, besaran jumlah petani kita merosot kurang lebih 14 juta petani. Tahun 2013, petani di Indonesia hanya sekitar 26,1 juta. Sedangkan 100 ribu hektare area pertanian berganti kegunaan tiap tahun.
      Tadi hanya masalah beras. Belum lagi apabila kita membicarakan 4 bahan pangan lain yaitu jagung, gula, kedelai dan juga daging. Kelima bahan pangan tersebut tak sekalipun bebas dari suplai import, gara-gara sedikitnya hasil lokal bila dibanding tingkatan konsumsi nasional. Meskipun Indonesia masih disebut dengan negara agraris, namun faktanya pemerintah terus menggantungkan pasokan pada import demi mencukupi keperluan pangan penduduknya. Komoditas beras contohnya, menurut statistik BPS sampai Agustus 2013 saja, Indonesia telah melakukan impor beras mencapai 35 ribu ton dengan total pembelian mencapai USD 19,132 juta, yang dikapalkan dari Vietnam, Pakistan, Thailand, Myanmar dan India. Apabila dijumlahkan mulai bulan Januari sampai Agustus 2013, beras yang membanjiri pasar Indonesia menembus angka 302 ribu ton seharga USD 156,332 juta. Besaran nilai impor beras ini ditaksir sampai 600 ribu ton setiap tahunnya.
      Apabila melihat hasil panen beras di tahun 2012 silam, sebenarnya Indonesia tak usah menempuh import beras. Menurut statistik BPS, hasil gabah giling tahun 2012 menembus angka 69,05 juta ton atau sama dengan 40,05 juta ton beras. Padahal konsumsi beras masyarakat Indonesia kurang lebih 139 kg tiap orang tiap tahun atau keseluruhan berjumlah 34,04 juta ton tiap tahun, atau kelebihan produksi sampai 6 juta ton. Begitu juga pada tahun 2013, pemerintah juga sebetulnya yakin tak kembali harus mengimpor beras. Akan tetapi faktanya, Indonesia tetap saja melakukan impor beras berasal dari beberapa negara tetangga. Mempunyai kekayaan sumber daya alam maupun sumber daya manusia yang banyak, sebetulnya Indonesia layak untuk masih yakin mampu mewujudkan swasembada pangan. Gerakan bersama swasembada pangan dapat diawali dari tingkatan kabupaten maupun propinsi, misalnya saja yang digagas oleh Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, agar bisa mencukupi keperluan pangan dengan mandiri. Tak lagi mesti tergantung dari suplai dari luar propinsi atau malah dari keran impor. Satu diantara terobosannya adalah dengan mengkonsumsi bermacam pangan lewat Gerakan Konsumsi Pangan Lokal Tingkat Propinsi Jawa Barat yang sudah digaungkan Juni tahun kemarin. Hari Pangan Sedunia pastinya mesti digunakan sebagai momentum merealisasikan swasembada pangan. Dan pastinya, hal tersebut perlu dukungan dan kesungguhan segenap kalangan, lebih-lebih pemerintah harus membuat kebijakan yang memihak peningkatan produksi pangan domestik, alih-alih membuka lebar lebar keran impor. Saatnya lah sekarang Negara Indonesia yang di kenal sebagai Negara yang mempunyai sumber daya alam yang kaya membuktikan diri untuk menjadi Negara yang mampu menjadikan Bangsanya sebagai Bangsa yang mandiri dan bisa  swasembada pangan untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya dan menjadikan Indonesia menuju Kejayaan.

INDONESIA BELUM MENCAPAI SWASEMBADA PANGAN

Hambatan/faktor belum mencapai swasembada pangan

Persoalan mendasar yang dihadapi petani saat ini adalah dalam hal kepemilikan, pencabutan subsidi pertanian, penurunan produktivitas dan gagal panen, serta kenaikan harga-harga kebutuhan pokok. Dari data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2009, jumlah rumah tangga (RT) petani padi dengan penguasaan lahan kurang dari 0,5 hektar berjumlah 58 persen dari 14,99 juta RT. Petani yang memiliki lahan seluas itu tidak mungkin bisa hidup sejahtera. Jangankan untuk memenuhi biaya pendidikan keluarga, memenuhi kebutuhan “sejengkal perut” pun sudah sulit.
Pancabutan subsidi pertanian yang mengakibatkan kenaikan harga benih, pupuk, dan obat-obatan, semakin mencekik petani. Sialnya, industri pangan (mulai dari perbenihan hingga pengolahan hasil pertanian) dalam negeri dikuasai oleh asing. Ketidakberdayaan petani semakin lengkap ketika turunnya produktivitas bahkan gagal panen akibat perubahan iklim, bencana alam, dan serangan hama. Pendapatan pun akhirnya menurun padahal pengeluaran kebutuhan pokok semakin meningkat. Kondisi inilah yang mengantarkan petani dalam belenggu kemiskinan dan ketidakpastian.
Di saat bersamaan, terjadi alih fungsi lahan dan hutan. Alih fungsi lahan ini bukan hanya dilakukan oleh pengusaha besar tetapi sebagian petani kecil juga (ikut-ikutan, “diarahakan”, dan terpaksa) melakukannya. Secara otomatis lahan pertanian pangan semakin menyusut, sementara kebutuhan pangan semakin meningkat. Lagi pula, alih fungsi lahan ini juga ikut merusak lingkungan yang berdampak pada menurunnya produktivitas pertanian pangan karena terganggunya irigasi. Pada akhirnya, terjadilah krisis pangan dan ketergantungan pada pihak luar.

SOLUSI

Kebijakan strategis dan pembangunan pertanian pangan yang komprehensif dan terpadu adalah kunci menuju swasemada pangan berkelanjutan. Pertama, melindungi dan memberdayakan petani. Secara sederhana bisa diterjemahkan melalui pemberian lahan yang cukup, subsidi pertanian (modal, benih, obat-obatan, dan pupuk), subsidi pendidikan bagi anak petani, penyuluhan pertanian, pembangunan infrastruktur (jalan, listrik, dan irigasi) dan teknologi pertanian, mempermudah pemasaran produk pertanian, dan membangun industri pengolahan produk pertanian.
Jika pemerintah memiliki komitmen dan keseriusan untuk menciptakan kesejahteraan rakyat (petani) sesuai dengan konstitusi, maka sudah menjadi keharusan untuk melindungi dan memberdayakan petani. Mengenai pemberian lahan yang cukup, sebenarnya sudah diatur dalam pembaruan agraria yang diamanatkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria atau UUPA. Sebagai pertimbangan, Indonesia masih memiliki lahan menganggur seluas 7,3 juta hektar. Jangan sampai lahan menganggur ini hanya diberikan kepada pemilik modal yang justru mengolahnya bukan untuk kepentingan pangan nasional. Karena itu, sejalan dengan upaya melindungi dan memberdayakan petani, alih fungsi lahan untuk areal industri perkebunan dan pertambangan sudah saatnya dihentikan.
Kedua, mengembangkan pertanian pangan nasional secara terpadu. Semua pihak hendaknya dilibatkan dalam pengembangan pertanian pangan nasional, mulai dari lembaga pemerintah, lembaga pendidikan dan penelitian, lembaga swadaya masyarakat (LSM), pers, organisasi kemasyarakatan (ormas), tokoh masyarakat, hingga petani, untuk memiliki kepaduan. Perlu ditekankan, kemauan politik untuk mencipatkan swasembada pangan harus berbasis pada produksi pangan dalam negeri yang mandiri. Dengan harapan agar kedaulatan pangan yang sejati akan tercapai, yakni swasembada pangan berkelanjutan yang dilandasi prinsip-prinsip demokrasi. Indonesia belum terlambat melakukannya.

SARAN

Swaembada pangan bagi Indonesia belum mencukupi atau Indonesia belum dapat memenuhi swasembada pangan untuk Indonesia sendiri. Karena swasembada pangan apabila Negara tersebut telah mampu memenuhi kebutuhan pangan untuk seluruh masyarakatnya serta tidak tergantung terhadap impor pangan dari Negara lain. Pemerintah telah mengupayakan Indonesia untuk memenuhi kebutuhan pangan untuk seluruh penduduk Indonesia tetapi pada kenyataannya program yang telah dijalankan oleh pemerintah belum akurat dalam membantu program swasembada pangan. Hambatan yang terjadi dalam terciptanya swasembada pangan adalah kekurangan lahan untuk bercocok tanam karena penduduk Indonesia sangat banyak maka memerlukan di setiap daerah swasembada pangan yang cukup luas lahan.Solusinya adalah pemerintah harus menyisihkan di setiap provinsi maupun daerah-daerah untuk mempunyai lahan yang luas agar dapat menanam semua kebutuhan pangan disitu.Jangan setiap ada lahan kosong langsung menjadi proyek bisnis untuk menghasilkan keuntungan pihak tertentu atau pribadi.Sehingga lahan yang seharusnya digunakan dalam menjalakan program swasembada malah menjadi suatu bisnis yang menyebabkan kepadatan penduduk dengan didirikan rumah-rumah permanen,mol,hotel serta apartement. Menjadi salah satu hambatan dan Indonesia akan terus menerus kekurangan bahan pangan dan mengimpor dari Negara lain.

KESIMPULAN

Swasembada dapat diartikan sebagai kemampuan untuk memenuhi segala kebutuhan. Pengan adalah bahan-bahan makanan yang didalamnya terdapat hasil pertanian, perkebunan dan lain-lain. Jadi swasembada pangan adalah kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan bahan makanan sendiri tanpa perlu mendatangkan dari pihak luar. 

Sumber :